Bagaimana Caranya Agar Tidak Malas?

77413063_173666820411332_8601373709549822261_n

Pertanyaan hari ini yang aku lontarkan adalah, bagaimana caranya agar tidak malas? Ada berbagai macam diskusi di otakku untuk menjawab satu pertanyaan ini.

Pertama, mari kita ubah pertanyaan di atas menjadi, bagaimana caranya agar rajin? Kenapa yang muncul di otakku justru pertanyaan yang pertama? Hal yang aku sadari adalah aku memikirkan hal negatif yang terjadi pada diriku, yaitu malas. Lalu otakku memproses hal negatif yang membuat hariku tak berguna itu menjadi sebuah masalah yang ditimbulkan dalam hidupku dan kemudian muncul pertanyaan tentang bagaimana untuk menghilangkan hal negatif itu dengan kata tidak, menjadi tidak malas. Mengapa aku tidak berpikir positif sejak awal? Yaitu memikirikan kata rajin dibandingkan malas. Jika aku rajin, aku bisa menyelesaikan segala masalah di hidupku. Terdengar lebih baik bukan dibanding pertanyaan: coba saja aku tidak malas, pasti aku bisa menyelesaikan segala masalah di hidupku. Pernyataan pertama seolah menyugesti diriku untuk semangat menjalani hari. Sedangkan kalimat kedua lebih terlihat aku mengeluh tentang hidupku. Padahal mengeluh itu tidak baik. Mengeluh dapat meningkatkan risiko Alzheimer, merusak kesehatan secara menyeluruh karena otak menangkap bahwa kita ada dalam bahaya, selain itu mengeluh juga mampu mempengaruhi lingkungan sekitar karena secara tidak sadar manusia meniru suasana hati orang-orang di sekitarnya. Jadi, aku harus rajin untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di hidupku.

Kedua, mari kita jawab pertanyaan bagaimana caranya agar rajin? Kunci utamanya adalah kebiasaan yang memiliki arti pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama. Aku ingin menjadi seorang penulis sejak di bangku SMP. Maka dari itu aku harus menulis. Lalu bagaimana caranya agar aku rajin menulis? Biasakan menulis. Tapi kadang writer block. Itu hanyalah sebuah alasan. Karena ketika kita sudah terbiasa untuk menulis, sedang writer block ataupun tidak, otak dan tubuh kita akan meminta untuk menulis lagi dan lagi. Ketika kebiasaan itu tidak dilakukan, kita akan merasa kehilangan. Sebagai contoh, aku sekarang sudah mulai terbiasa untuk membuat creative journaling setiap harinya. Orang akan berkata, ah aku tidak akan sempat melakukan itu. Tapi nyatanya, di tengah kesibukanku aku tetap bisa melakukan creative journaling bahkan dengan hiasan yang memenuhi setiap halamannya. Ketika aku tidak melakukannya selama sehari, aku akan merasa itu adalah sebuah utang dan aku akan membayar utang itu di keesokan harinya dengan membuat double page of creative journaling. Bahkan ketika itu aku lewati tiga sampai lima hari, aku membuatnya sesuai dengan berapa hari yang aku tinggalkan. Meski tulisannya tidak banyak, tetapi aku melakukannya. Jadi, aku yakin. Ketika kita memulai untuk menulis, dan mencobanya untuk menjadi sebuah kebiasaan, aku akan terus melakukannya. Meskipun suatu saat nanti aku mengalami writer block, aku yakin aku akan tetap menulis walaupun isinya hanya sedikit. Satu fakta menarik tentang kebiasaan yang aku alami dari kebiasaan creative journaling. Sesuatu akan menjadi sebuah kebiasaan, ketika kita melakukannya secara rutin minimal dalam waktu sebulan. Ketika waktu sebulan itu selesai, sebuah kegiatan yang awalnya sulit dilakukan akan menjadi biasa saja.

Sekarang, untuk mengawali sebuah kebiasaan hal yang wajib kita lakukan adalah memulainya. Aku memiliki keinginan untuk menjadi penulis sejak di bangku SMP. Hingga kini aku sudah bekerja setelah kuliah sarjana, aku belum mewujudkan keinginan itu. Masalah yang aku sadari adalah aku tidak pernah memulainya meskipun aku memiliki niat yang kuat. Contoh yang mudah, ketika ide terlintas di otak kita dan berniat untuk melakukannya, tiba-tiba saja ponsel di atas meja mencuri perhatian. Lantas kita menyambarnya dan asik memainkan jari-jemari kita di layar ponsel. Tak terasa kita tenggelam dalam ponsel selama berjam-jam. Hingga akhirnya sudah larut malam dan lelah untuk melakukan ide yang tadi terlintas. Padahal, saat bermain ponsel itu kita terus terpikirkan, ah nanti aku akan melakukan ini, melakukan itu. Tetapi karena tubuh sudah lelah, kita menunda melakukan ide tersebut. Keesokan harinya ide itu datang kembali, namun ponsel kembali menyita perhatian. Hingga akhirnya ide itu tertunda esok, esok, dan esok sampai terlupakan. Kita tidak pernah memulainya, tetapi kita memimpikannya. Bagaimana bisa? Jadi, untuk meraih apa yang menjadi mimpi kita, maka mulailah.

Kapan kita memulainya? Ini akan membuka diskusi ke empat di otakku. Sekarang. Dari pembahasan sebelumya ide terus tertunda karena kita tidak memulainya sekarang. Namun justru menundanya hingga otak kita dipenuhi berbagai macam tugas yang tidak tertampung oleh tubuh dan pikiran. Dengan menunda pekerjaan maka akan bertambah pekerjaan itu. Jelas, ketika kita mempunyai satu pekerjaan yang belum selesai dan kita tunda sampai mendapat utang pekerjaan selanjutnya, maka kita akan memiliki dua pekerjaan yang belum selesai. Menambah, bukan? Jadi, lakukanlah sekarang.

Lakukanlah sekarang untuk memulainya menjadi sebuah kebiasaan yang menjadikanmu manusia rajin.

Tinggalkan komentar